IKLAN

Kisah Inspiratif Perjuangan Para Pendiri

SD Muhammadiyah Palur merupakan sebuah Sekolah Dasar yang didirikan oleh para pendahulu dibawah persyarikatan Muhammadiyah Ranting Palur pada tahun 1970. Sebagai sebuah amal usaha Muhammadiyah usianya telah mencapai 55 tahun. Sebuah usia yang menunjukkan kematangannya berkontribusi untuk mencerdaskan umat dan bangsa. Mengapa sekolah ini masih tetap exis hingga sekarang? Mari kita simak kisah berikut untuk menjawab pertanyaan tersebut.

SD swasta berbasis Islam yang pertama kali berdiri di Desa palur ini merupakan sebuah inisiasi dari para pimpinan ranting Muhammadiyah Palur. Keresahan yang muncul dari para tokoh islam akan minimnya pembelajaran agama Islam di kalangan anak anak dan terbatasnya sekolah negeri untuk memfasilitasi pendidikan khususnya di Desa Palur kala itu memantik semangat para tokoh untuk mendirikan SD Muhammadiyah ini.

Dalam perjalanannya SD ini mengalami pasang surut kehidupan. SD yang begitu sederhana bangunannya ini terbuat dari anyaman bamboo dan mengalami beberapa kali renovasi hingga saat ini sudah terlihat sebagai gedung berlantai tiga. Masyarakat sekitar menyebutnya sebagai sekolah masjid karena memang letaknya ada di belakang Masjid Kotta Timoer. Satu  satunya masjid yang pertama didirikan di Desa Palur. Sejarah berdirinya SD Muhammadiyah Palur tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan Masjid Kotta Timoer ini. Keberadaan Masjid Kotta Timoer ini juga tak lepas dari perjuangan para tokoh Muhammadiyah tempo dulu.

Muhammadiyah mulai dikembangkan di Palur oleh sosok yang bernama Mbah Jalal Suyuti, beliau adalah pedagang tembakau turunan ke 4 dari Trah Imam Kurmain yang berasal dari Wonorejo Polokarto yang menetap di Palur. Mbah Jalal Suyuti mendakwahkan Islam melalui organisasi Muhammadiyah bekerjasama dengan Bapak Sastro Slamet, Bapak Muhammad Sholeh, dan Bapak Qosim. Empat sekawan inilah yang melakukan babat alas hingga Muhammadiyah tetap exist di Palur saat ini. Penulis disini tidak akan mengupas bagaimana perjuangan mereka kala itu, tetapi penulis akan merangkai kata mengangkat sebuah Nama tokoh pewaris perjuangan mereka, yaitu Bapak Koesroni Aris Sudibyo. 

Koesroni adalah sosok anak laki laki yang lahir di Jatisobo pada tahun 1917. Saat masih kanak kanak ia tumbuh menjadi anak yatim, ayahnya meninggal dunia saat sang anak butuh sosok ayah untuk mendidiknya. Koesroni kecilpun akhirnya diangkat anak oleh Pamannya yang bernama Jalal Suyuti. Jalal Suyuti mendapatkan amanah dari Imam Kurmain untuk mengembangkan Muhammadiyah di wilayah Palur. Jalal Suyuti membawa keluarganya hijrah ke Palur sambil berdagang tembakau. Koesroni di sekolahkan di sekolah rakyat dagen oleh pamannya tersebut hingga berhasil dan bekerja di Departemen Penerangan Kabupaten Karanganyar. Koesroni tumbuh menjadi Pemuda yang disiplin dan tegas atas didikan pamannya tersebut. Koesronipun mulai membangun rumah tangga dengan seorang gadis penyabar yang bernama Mufrikah. Alhamdulillah, dari Pernikahan tersebut mereka dikaruniai 10 anak, yang terdiri dari 4 putra dan 6 putri. Mereka tinggal disebuah rumah yang bersebelahan dengan Masjid Kotta Timoer.

Sebagai Pegawai Negeri kala itu gaji beliau tidaklah seberapa tetapi membawa keberkahan hidup hingga bisa menghidupi dan membiayai sekolah anak  anaknya. Sebagai abdi Negara ia tetap amanah dengan Tri Prasetya Penerangan yaitu Djuru Penerang adalah pendukung cita- cita Negara, penggerak rakyat melaksanakan cita cita Negara dan pembimbing public opinion. Selain bekerja sebagai Juru Penerang beliau mengabdikan hidupnya menjadi Takmir Masjid Kotta Timoer sekaligus Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Palur yang pertama kali.

Sebagaimana dikisahkan oleh salah satu putrinya, Dra. Endang Retnowati (anak ke 9) saat ditemui penulis di ruang kepala sekolah BA Palur 1. Beliau menceritakan bahwa Ayahnya itu sosok yang penyayang, dulu semasa kecilnya, Retno kecil sering diajak ayahnya untuk berdakwah menyebarkan agama Islam dengan diboncengkan pakai sepeda, kaki diikat pakai selendang biar tidak masuk jeruji. Retno kecil sering mendapatkan wejangan dari ayahnya tentang Muhammadiyah dan perjuangan Islam, yang mana Muhammadiyah itu sejalan dengan cita  cita Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebenarnya Retno kecil ingin selalu ikut kemana ayahnya pergi, tapi kalau malam hari tidak dijinkan yaitu saat ke Masjid Besar Klumprit karena selain tempatnya jauh juga gelap.

Pak Kusroni adalah sosok pemimpin yang tegas tapi tidak dictator, beliau merangkul banyak kalangan untuk memajukan Muhammadiyah baik dari Polokarto, Solo maupun Bekonang. Diantara para tokoh Muhammadiyah Pak Kus itu ekonominya paling bawah tetapi karismatik, sehingga banyak orang tertarik mau menjadi donatur untuk pendirian SD Muhammadiyah maupun TK Aisyiyah Palur. Bunda Retno menceritakan bahwa dirinya adalah siswa angkatan pertama di SD Muhammadiyah Palur ini. Ia dulu awalnya kelas 1 masuk SDN Dagen, tapi oleh Ayahnya dipindah Ke SD Muhammadiyah Palur sebagai wujud komitmen seorang pemimpin untuk memajukan amal usaha Muhammadiyah. Banyak tokoh Muhammadiyah dan simpatisan Palur menyekolahkan putra putri mereka di SD Muhammadiyah Palur. Sebagai rintisan awal, guru- gurunya  didatangkan dari Blimbing Wonorejo seperti Bapak Robidin, Bapak Bagyo, Bapak Mardi, Ibu Kus dan Ibu Sri. 

Sambil mengenang sosok ayahnya, Bunda Retno bercerita bahwa ayahnya itu tipe orang yang tidak asal perintah, beliau itu sebelum menyuruh pasti menanyakan dulu perihal kondisi orang yang akan dia suruh, apakah sedang mengerjakan sesuatu atau tidak, baru ia akan mengutarakan perintahnya pada orang tersebut. Ketika mengingatkan orang lain juga menggunakan alasan yang logis, tidak asal memerintah atau melarang. Pernah suatu ketika Pak Kusroni dengan membawa tongkat kayunya, mengingatkan salah satu pedagang makanan yang ada diseberang sekolah dan sejumlah anak SMA yang nongkrong karena si pedagang ternyata kedapatan menjual miras.

Masa purna tugas sebagai juru penerang pun tiba, tetapi perjuangan tidak pernah terhenti sampai ajal menjemput. Pak Koesroni tetap mengambil perannya. Pernah dikisahkan oleh salah satu pemuda aktivis masjid Kotta Timoer, suatu hari Pak Kusroni mendapati ada Guru yang diperbantukan di SD Muhammadiyah Palur tetapi kinerjanya tidak bagus beliau tolak, beliau tidak ingin sekolah ini diisi oleh guru guru yang tidak disiplin dalam bekerja mendidik anak bangsa. Pernah juga ada wacana dari camat mojolaban akan merelokasi Masjid Kotta Timoer, beliau dengan berani dan tegas menolak wacana relokasi tersebut, karena masjid Kotta Timoer adalah masjid bersejarah dari awal masa penjajahan kala itu dan lokasinya sangat strategis untuk menfasilitasi para mushafir dalam beribadah sholat lima waktu. Saat memasuki usia 76 tahun, tepatnya hari Jumat saat pelaksanaan sholat jumat berlangsung di Masjid Kotta Timoer, beliau yang sedang terbaring lemah karena sakit menghembuskan nafasnya yang terakhir. Semoga Alloh tempatkan beliau ditempat yang tinggi, Jannatul Firdaus. Aamiin

Hikmah yang bisa kita ambil dari kisah ini adalah pentingnya mewariskan perjuangan untuk tetap tegaknya nilai nilai keislaman dalam diri generasi muda. Estafet perjuangan harus terus digulirkan dari satu generasi ke generasi berikutnya agar tidak terputus ditengah jalan. Dengan semangat fastabihul khoirot yang dipupuk mental Solid (Sinergi, Optimis, Loyal, Integritas, Dedikasi) In Syaa Alloh Islam pasti Berjaya. Wallahu Alam Bishowab

Penulis: Wahyuti, S.Pd
Guru SD Muhammadiyah Palur, Pimpinan Ranting 'Aisyiyah Palur

LINK TERKAIT