Sudah tidak asing bagi telinga kita, jika kita mendengar
seorang teman mengatakan “ eh, kog belum nikah ?” “ kog belum punya anak sih?”.
“ya..kamu..masak dua-duanya kerja, rumah aja belum punya bro !” dan
kalimat-kalimat lain yang memerahkan telinga untuk didengar.
Ketika di konfirmasi, sebagian besar dari mereka
mengatakan hal itu sebagai basa-basi. Tapi sebagian besar juga dari mereka
tidak sadar bahwa kalimat yang mereka sampaikan itu menyakiti hati temannya.
Lantas seperti apa agama mengatur adab bergaul dalam kehidupan sehari-hari ?
Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul Al-Adab fid Din
dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah,
halaman 444) mengatakan sebagai berikut ;
آداب الإخوان: الاستبشار بهم عند اللقاء، والابتداء بالسلام، والمؤانسة والتوسعة عند الجلوس، والتشييع عند القيام، والإنصات عند الكلام، وتكره المجادلة في المقال، وحسن القول للحكايات، وترك الجواب عند انقضاء الخطاب، والنداء بأحب الأسماء
Artinya:
“Adab berteman, yakni: Menunjukkan rasa gembira ketika bertemu, mendahului
beruluk salam, bersikap ramah dan lapang dada ketika duduk bersama, turut
melepas saat teman berdiri, memperhatikan saat teman berbicara dan tidak
mendebat ketika sedang berbicara, menceritakan hal-hal yang baik, tidak
memotong pembicaraan dan memanggil dengan nama yang disenangi.”
Dari kutipan di atas dapat diuraikan ketujuh adab
berteman sebagai berikut:
Pertama, menunjukkan rasa gembira
ketika bertemu.Dengan cara tersenyum, ,menunjukkan muka yang manis atau enak dilihat.
Hal ini menjadi salah satu tanda
pertemanan yang baik. Orang-orang yang bermusuhan cenderung saling membenci
bahkan membuang muka ketika bertemu sehingga lebih sering menghindar dari
pertemuan. Teman yang baik tidak hanya menunjukkan rasa gembira, tetapi juga
saling menjaga perasaan masing-masing ketika bertemu dengan menghindari sikap
atau kata-kata yang tidak mengenakkan.
Kedua, mendahului mengucapkan
salam. Seorang teman tidak sungkan-sungkan untuk mendahului mengucap salam
meskipun mungkin ia lebih tinggi kedudukannya secara sosial. Seorang teman
cenderung menempatkan diri setara dengan tidak memandang yang lain lebih rendah
dari dirinya. Tentu saja secara moral, pihak yang mendahului mengucapkan salam
adalah lebih baik .
Ketiga,
ramah dan lapang dada ketika duduk bersama. Hubungan pertemanan memang sangat
menyenangkan terutama karena tidak ada jarak di antara mereka. Hal seperti ini
memungkinkan terjalinnya keakraban satu sama lain dan keramahan yang tulus.
Jika terjadi hal-hal yang khilaf, seorang teman akan cenderung mudah memaafkan
karena umumnya tidak menginginkan pertemannnya menjadi renggang.
Keempat, ikut melepas saat teman
berdiri hendak meninggalkan tempat atau ruangan. Sikap ini menunjukkan
penghargaan atau penghormatan terhadap teman. Dalam konteks pertemanan,
seseorang tidak lazim diperlakukan seperti bawahan sebagaimana dalam sebuah
struktur tertentu, misalnya dalam sebuah organisasi atau kantor. Artinya
hubungan pertemanan tidak bisa disamakan dengan hubungan kerja antara atasan
dan bawahan. Seorang teman memperlakukan temannya sebagaimana ia ingin
diperlakukan sama dengan teman tersebut. Dan inilah hakikat pertemanan yakni
kesetaraan.
Kelima, memperhatikan saat temana
berbicara dan tidak mendebat di saat sedang berbicara. Sikap ini juga
menunjukkan penghargaan atau penghormatan terhadap teman sebagai wujud dari
kesetaraan. Dalam pertemanan kedua belah pihak tidak ingin saling menyakiti.
Hal-hal yang bisa merusak pertemanan sebaiknya dihidari. Teman yang baik bisa
melebihi kebaikan saudara sendiri. Hal ini sering terjadi di dalam masyarakat.
Keenam,
menceritakan hal-hal yang baik. Sebagaimana diuraikan dalam poin kelima bahwa
dalam pertemanan kedua belah pihak tidak ingin saling menyakiti. Salah satu
caranya adalah menceritakan hal-hal yang baik dan bukan menceritakan hal-hal
yang bisa menimbulkan rasa malu, tersakiti ataupun menyinggung perasaannya
walau konteksnya bercanda atau sekedar basa-basi. Jika hal seperti ini bisa
dijaga dengan baik tentu hubungan pertemanan akan langgeng, dan bahkan bisa
berlanjut hingga ke anak cucu.
Ketujuh, tidak memotong
pembicaraannya dan memanggil dengan nama yang disenangi. Memotong pembicaraan
seorang teman tanpa alasan yang kuat bisa berarti tidak menghormatinya. Hal
seperti ini sebaiknya dihindari untuk menjaga hubungan baik antar teman.
Demikian pula memanggil teman sebaiknya dengan panggilan yang ia senangi.
Seseorang mungkin biasa dipanggil sesuai dengan postur tubuhnya atau keunikan
lainnya. Tetapi apabila panggilan seperti ini sebetulnya tidak dia senangi,
maka sebaiknya dihindari.
Demikianlah ketujuh adab seorang teman sebagaimana
nasihat Iman Al-Ghazali. Apabila ketujuh adab ini dapat dilaksanakan dengan
baik, tentu hubungan antar teman akan terus berlanjut dengan baik. Bahkan tidak
jarang dari hubungan pertemanan atau persahabatan bisa meningkat menjadi
hubungan yang lebih dekat lagi seperti menjadi keluarga sendiri.
Penulis: Diyan Nisanatu Anis, S.Pd